~--~~~((( Selamat Datang di Blog Sari Wirya Netty )))~~~--~

Sari Wirya Netty

Senin, 12 Oktober 2009

rooming in

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Rawat gabung merupakan satu cara perawatan di mana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya. Istilah rawat gabung parsial yang dulu banyak dianut, yaitu rawat gabung hanya dalam beberapa jam seharinya, misalnya hanya siang hari saja sementara pada malam hari bayi dirawat di kamar bayi, sekarang tidak dibenarkan dan tidak dipakai lagi. (Zikra, 2008).
Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas, ibu mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan yang lebih penting lagi, ibu memperoleh bekal keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit. Dalam perawatan gabung suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu akan mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya (Mappiwali, 2008)
Rooming in akan membantu memperlancar pemberian ASI. Karena dalam tubuh ibu menyusui ada hormon oksitosin. Hormon ini sangat berpengaruh pada keadaan emosi ibu. Jika Ibu tenang dan bahagia karena dapat mendekap bayinya, maka hormon ini akan meningkat dan ASI pun cepat keluar. Sehingga bayi lebih puas mendapatkan ASI. Manfaat lain dari perawatan rooming in bagi bayi akan lebih cepat menyesuaikan dengan waktu tidur dan bangun dengan ibu. Selain itu jika bayi menangis akan langsung didekap ibu sehingga bayi akan tenang mendengarkan detak jantung ibu (Lina, 2007).
Pentingnya ibu mengetahui rawat gabung agar terjalin kasih sayang antara ibu dan anaknya serta ibu tahu bagaimana cara perawatan bayi yang baik dan benar. Adanya rawat gabung sangat menguntungkan bagi ibu karena dapat menurunkan angka kesakitan pada bayi seperti ibu dapat memberi ASI esklusif kepada bayinya yang dapat memberikan sistem kekebalan tubuh pada bayi (Danuatmadja, 2003).
Rooming in juga akan membantu menurunkan angka kematian ibu, dengan dilakukannya rooming in akan menurunkan terjadinya perdarahan post partum yaitu dengan cara ibu memberikan ASI esklusif. Perdarahan post partum adalah salah satu penyebab AKI (Mappiwali, 2008).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, tiap tahunnya sekitar 500.000 perempuan meninggal karena perdarahan saat postpartum. Sedangkan di Indonesia, dari data BPS (Badan Pusat Statistik) angka kematian ibu yang di sebabkan oleh perdarahan postpartum sebesar 262 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2005. Depkes menargetkan pada tahun 2009 AKI menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup (Mappiwali, 2008).
Pada Rumah Sakit Sanglah Denpasar, menyimpulkan bahwa rawat gabung didaerah pedesaan 80 persen ibu yang melahirkan segera melakukan rawat gabung dirumahnya masing-masing. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan adanya rawat gabung sangat menguntungkan karena terdapat penurunan angka morbiditas dan mortalitas bayi, serta penghematan bagi keluarga dan rumah sakit akibat berkurangnya lama perawatan bayi baru lahir, pembelian susu formula dan pembelian cairan infus (Soetjiningsih, 2000).
Pada tahun 2005 AKI yang disebabkan oleh perdarahan postpartum di Pekanbaru berjumlah 11 per 19.657 persalinan hidup, sedangkan pada tahun 2006 AKI meningkat menjadi 17 per 20.210 persalinan hidup. Ini menunjukkan derajat kesehatan ibu masih memerlukan perhatian dan penanganan yang lebih baik (Profil Dinkes, 2006).
Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh peneliti di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan data ibu nifas yang melakukan rooming in pada tahun 2008 yaitu berjumlah 3.088 orang. Berdasarkan paparan diatas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “Tingkat Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Roomong In di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah yaitu “Bagaimana tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang rooming in di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2009?”

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu post partum tentang rooming in di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2009.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu post partum tentang pengertian rooming in.
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu post partum tentang keuntungan rooming in.
c. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu post partum tentang tujuan rooming in.



1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
Untuk mendapatkan pengalaman meneliti dan menambah wawasan pengetahuan serta mengaplikasikan pengetahuan yang didapat selama perkuliahan di lahan penelitian.
1.4.2 Bagi institusi pendidikan
Sebagai masukan yang dapat menjadi perbandingan dan informasi bagi penelitian dimasa yang akan datang.
1.4.3 Bagi tempat penelitian
Sebagai masukan dalam meningkatkan dan menjalankan program pelayanan asuhan sayang ibu khususnya rooming in atau rawat gabung pada lembaga kesehatan.
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya terutama tentang rooming in.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Konsep Dasar Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Namun sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan ini akan berpengaruh pada prilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan dokumen yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a. Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat kembali terhadap sesuatu dari seluruh bahan yang sudah dipelajari, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Komprehension)
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, mengamalkan dan sebagainya.
c. Aplikasi (Aplication)
Mampu menggunakan atau melaksanakan tentang apa yang telah dipelajari pada suatu kondisi yang realita.
d. Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk mendapatkan suatu kebenaran dimana untuk mendapatkan kebenaran ini merupakan suatu proses terakhir dalam rentetan tugas penelitian.
e. Sintesis (Synthesis)
Merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk memberikan sesuatu penilaian terhadap materi yang berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.

2.1.2 Konsep Dasar Postpartum
Masa post partum adalah masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Prawirohardjo, 2006).
Menurut Manuaba (2007), Post Partum (puerperium) adalah masa pulih kembali, dimulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil.

2.1.3 Konsep Dasar Rooming In
a. Pengertian Rooming In
Rooming in sering juga disebut dengan rawat gabung yaitu menyatukan antara ibu dan bayinya dalam satu kamar, agar antara ibu dan bayinya terjalin suatu hubungan bathin dan ibu bisa menjadi lebih dekat dengan bayinya (Pusdiknakes, 2000).
Sedangkan pengertian rooming in menurut Soetjiningsih (2000) adalah system perawatan ibu dan anak bersama – sama atau pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-sewaktu, setiap saat ibu tersebut dapat menyusui anaknya.
Bayi yang lahir di rumah dan juga yang lahir di lembaga kesehatan hendaknya dijaga agar tetap berada bersama ibunya selama 24 jam sehari, sebaiknya ditempat tidur yang sama, diruangan yang hangat (sedikitnya bersuhu 25˚C). Bila ibu dan bayi berada bersama-sama, maka akan lebih mudah menjaga agar bayi tetap hangat dan juga untuk menyusuinya atas permintaan. Pada lembaga kesehatan, rooming in atau rawat gabung dan sering disebut juga dengan penyatu kamaran membatasi agar bayi tidak terkena infeksi yang ditularkan dalam rumah sakit. Dalam pelaksanaannya bayi harus selalu dekat ibunya semenjak dilahirkan sampai saatnya pulang karena ini bukanlah hal yang baru lagi (Prawirohardjo, 2006).
b. Keuntungan Rooming In
Rooming in atau rawat gabung juga memiliki keuntungan menurut soetjiningsih (2000) diantarnya yaitu :
1) Bayi dapat terjaga keamanannya
Jika bayi bersama ibunya maka akan terjaga keamanannya seperti jika ada nyamuk ataupun lalat yang dapat mengganggu bayi tersebut.
2) Menggalakkan pemakaian ASI
Penyusuan harus dimulai sesegera mungkin setelah bayi lahir, sebaiknya dalam jam pertama juga. Penyediaan air susu ibu sepagi mungkin dan sebanyak mungkin adalah sangat penting untuk memberikan bayi kalori agar supaya ia dapat menghasilkan panas tubuh. Air susu yang keluar pertama yang sering disebut dengan colostrum, banyak mengandung gizi dan anti bodi, hanya itu gizi dan cairan yang dibutuhkan oleh bayi. Dalam jam-jam dan hari-hari setelah kelahiran bayi penting agar bayi bisa menyusu kepada ibunya sepanjang yang diinginkannya,baik siang maupun malam. Hal ini akan merangsang produksi susu dan menyediakan kalori yang cukup untuk bayi tersebut untuk menghasilkan panas tubuh dan juga untuk pertumbuhannya. Ibu harus mendapatkan dorongan, dukungan dan bantuan untuk penyusuan ini dari para petugas kesehatan ataupun keluarga.
3) Kontak dari kulit ke kulit atau kontak emosi ibu dan anak lebih dini.
Persinggungan antara kulit dengan kulit merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir, apakah itu bayi cukup bulan atau bayi premature. Dada atau bagian perut ibu merupakan permukaan yang ideal untuk meletakkan bayi baru lahir tersebut karena bersih dan suhunya pas. Persinggungan kulit ke kulit bisa juga dipakai pada malam hari yang mana suhu pada malam hari yang dingin untuk memanaskan bayi kembali.
4) Bayi akan merasa nyaman bersama ibunya
Jika bayi selalu bersama ibunya ia akan merasa nyaman karena tidak ada yang menggagunya dan jika ia lapar ataupun haus ibunya sudah ada disampingnya yang selalu menemaninya.
5) Suhu tubuh bayi akan terjaga
Pada saat bayi menyusui dan berada didekat ibunya selain ia merasa nyaman suhu tubuhnya juga akan terjaga karena sang ibu selalu dekat dengannya. Jika bayi merasa kedinginan maka ibunya akan selalu berusaha menghangatkannya.
6) Dapat mengurangi infeksi silang dan infeksi nosokomial.
Bayi yang lahir di rumah sakit ataupun pada lembaga kesehatan yang lainnya seperti praktek swasta jika bayi terpisah dari ruangan ibunya maka ia akan rawan terkena infeksi dalam rumah sakit tersebut sedangkan jika ia berada dalam satu ruangan bersama ibunya maka infeksi tersebut dapat dicegah ataupun dapat berkurang.
7) Dapat mengurangi beban perawatan terutama dalam pengawasan sehingga tenaga kesehatan bisa mengerjakan yang lainnya.
8) Dapat tukar pengalaman dengan ibu-ibu yang lainnya, termasuk juga dapat menimbulkan motivasi penggunaan KB.
9) Mengurangi ketergantungan ibu ibu pada tenaga kesehatan dan membangkitkan kepercayaan diri yang lebih besar dalam perawatan bayi.

c. Tujuan Rooming In
Tujuan dari rooming in adalah untuk mendekatkan ibu kepada bayinya, mengajarkan ibu bagaimana cara menyusui bayi dengan baik dan benar. Selain dari pada tujuan dari rooming in adalah sebagai berikut menurut Soetjiningsih (2000) :
1) Bantuan emosional
Setelah menunggu selama sembilan bulan dan setelah lelah dalam proses persalinan si ibu akan sangat senang dan bahagia bila dekat dengan bayinya. Si ibu dapat membelai-belai bayi, mendengar tangisnya serta memperhatikannya disaat buah hatinya tidur. Hubungan ibu dan bayi ini sangat penting ditumbuhkan pada saat-saat awal dan bayi akan memperoleh kehangatan tubuh ibu, suara ibu, kelembutan dan kasih sayangnya.
2) Penggunaan ASI
Dari segala sudut pertimbangan maka ASI adalah makanan terbaik bagi bayi dan produksi ASI akan makin cepat dan makin banyak bila menyusui dilakukan sesegera dan sesering mungkin. Pada hari-hari pertama yang keluar adalah kolostrum yang jumlahnya sedikit. Tetapi hal itu tak perlu dikhawatirkan karena kebutuhan bayi masih sedikit.
3) Pencegahan infeksi
Pada perawatan bayi yang terpisah maka kejadian infeksi silang akan sulit dicegah. Dengan melakukan rawat gabung maka infeksi silang dapat dihindari. Kolostrum yang mengandung antibodi dalam jumlah tinggi, akan melapisi seluruh permukaan mukosa dari saluran pencernaan bayi dan diserap oleh bayi sehingga bayi akan mempunyai kekebalan yang tinggi. Kekebalan ini akan mencegah infeksi terutama terhadap diare.
4) Pendidikan kesehatan
Pada saat melaksanakan rawat gabung dapat dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu, terutama primipara. Bagaimana teknik menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat, perawatan payudara dan nasihat makan yang baik, merupakan bahan-bahan yang diperlukan si ibu. Keinginan ibu untuk bangun dari tempat tidur, menggendong bayi dan merawat diri akan mempercepat mobilisasi, sehingga si ibu akan lebih cepat pulih dari persalinan.



2.2 Kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. ( Notoatmodjo, 2005)







Keterangan :

Yang diteliti

Dimensi tingkat pengetahuan ibu post partum tentang rooming in yang diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep








BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah kuantitatif yaitu suatu proses penelitian mulai dari merumuskan permasalahan hingga mengambil kesimpulan. Sedangkan rancangan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena (Prasetyo, 2005).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di ruangan camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2009.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 8-16 Juni 2009.

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah himpunan atau kumpulan dari semua objek yang akan diteliti (Zanbar, 2005). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu post partum di ruangan camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dengan rata-rata kunjungan perbulan 210 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah himpunan bagian dari populasi (Zanbar, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah sampel minimal yang berjumlah 30 orang, dengan kriteria pengambilan sampel yaitu kriteria inklusi :
a. Ibu postpartum yang ada di ruangan camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
b. Ibu yang bersedia menjadi responden.
c. Ibu yang bisa membaca dan menulis.
Kriteria eksklusi :
d. Ibu postpartum yang tidak ada di ruangan camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
e. Ibu yang tidak bersedia menjadi responden.
f. Ibu yang tidak bisa membaca dan menulis.

3.3.3 Sampling
Sampling adalah cara mengumpulkan data dimana yang diselidiki adalah elemen sampel dari suatu populasi (Zanbar, 2005). Metode dalam penelitian ini adalah Accidental sampling. Accidental sampling adalah cara pengambilan sampel secara kebetulan ada pada tempat penelitian tersebut.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu post partum tentang rooming in dengan sub variabelnya pengertian rooming in, keuntungan rooming in dan tujuan rooming in.

3.5 Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Defenisi Operasional

Variabel Sub Variabel Defenisi Operasional Hasil Pengukuran Skala Alat ukur
Tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang rooming in Segala sesuatu hal yang diketahui ibu postpartum tentang rooming in Baik >75%
Cukup 56%-75%
Kurang <55% Ordinal Kuesioner


Pengertian
rooming in Segala sesuatu yang diketahui ibu tentang pengertian rooming in


Keuntungan
rooming in Segala sesuatu yang diketahui ibu tentang keuntungan rooming in


Tujuan
rooming in Segala sesuatu yang diketahui ibu tentang tujuan rooming in





3.6 Instrumen Penelitian
Alat ukur untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner yang berisikan pertanyaan, kuesioner ini disusun sendiri oleh peneliti dan dibuat sesederhana mungkin agar mudah dipahami dengan jumlah pertanyaan 20 buah.
Tabel 3.2
Kisi-kisi Kuesioner

No Kisi-kisi Unfavorable Favorable Jumlah
1. Pengertian rooming in - 1 - 3 3
2. Keuntungan rooming in - 4 - 13 10
3. Tujua rooming in - 14 - 20 7

3.7 Jalannya Penelitian
3.7.1 Tahap persiapan
Pada tahap persiapan ini dimulai dengan mengajukan judul, survei lokasi dan dilanjutkan dengan studi pendahuluan pada tempat yang akan diteliti, kemudian melakukan tinjauan pustaka, bimbinga proposal, ACC proposal, seminar proposal, perbaikan proposal dan mengurus surat-surat izin penelitian.
3.7.2 Tahap pelaksanaan
a. Membagikan kuesioner kepada responden yang berada di ruangan camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada bulan Juni tahun 2009.
b. Mengolah data dan menganalisa data yang telah didapat.
3.7.3 Tahap penyelesaian
Menyusun Karya Tulis Ilmiah, seminar hasil penelitian, dilanjutkan dengan perbaikan dan pengumpulan laporan Karya Tulis Ilmiah.

3.8 Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden, sedangkan data sekunder yaitu dengan melakukan studi perpustakaan berupa menelaah buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, serta pengambilan data dari RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

3.9 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dalam tahap pengumpulan data, perlu diolah dahulu. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengolahan data dengan langkah sebagai berikut (Sugiono, 2005):
3.8.1 Penyuntingan Data (Editing)
Editing (pengecekan kelengkapan data) yaitu memeriksa data terlebih dahulu meliputi pengecekan data yang telah dikumpulkan. bila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam pengumpulan data dapat diperbaiki dan dapat dilakukan pendataan ulang.
3.8.2 Pengkodean Data (Coding)
Coding adalah pemberian kode jawaban dengan angka atau dengan kode lain seperti simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban.


3.8.3 Tabulasi Data (Tabulating)
Tabulasi data adalah untuk menyusun dan menghitung data yang diperoleh. Setelah data diolah kemudian disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

3.10 Tehnik Analisa Data
Menurut Arikunto (2006) dalam analisa data peneliti menggunakan analisis univariat yaitu analisis data yang digunakan untuk melihat hasil perhitungan frekuensi dan presentase dari peneliti yang nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur untuk membahas kesimpulan. Setelah data diolah, penulis akan menganalisis data tersebut untuk menggambarkan frekuensi dan presentasenya.
Menurut Notoatmodjo (2005), jawaban untuk semua item pertanyaan dari seluruh responden dengan menggunakan rumus sebagai berikut :



Keterangan :
P = Persentase
F = Jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah soal
Setelah didapatkan kriteria masing-masing responden, maka untuk mengetahui pengetahuan responden secara keseluruhan dimasukkan ke dalam rumus :

Responden dengan kriteria (B/C/K)
P = x 100%
Σ Responden
Keterangan :
P : Pengetahuan
Σ : Jumlah
B : Baik
C : Cukup
K : Kurang

3.11 Kesulitan Dan Keterbatasan
a. Kesulitan Penelitian
Selama melaksanakan penelitian, peneliti mengalami beberapa kesulitan diantaranya yaitu kesulitan dalam mengambil data ke Rumah Sakit dalam memenuhi pihak Rumah Sakit yang berwenang memegang dan memberikan data sehingga harus menunggu waktu yang lama.
a. Keterbatasan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti mengalami beberapa keterbatasan yaitu kurangnya pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam membuat penelitian, serta kepustakaan yang kurang terutama tentang rooming in, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.




















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Peneitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruangan camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tipe B. RSUD Arifin Achmad juga sebagai Rumah Sakit rujukan dan Rumah Sakit pendidikan, Rumah Sakit ini terletak dipusat kota di Jalan Hang Tuah, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Gajah Mada, sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Diponegoro, sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Hang Tuah dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Sudirman.
4.1.2 Karakteristik Responden
a. Pendidikan
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009

No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3.
4. SD
SMP
SMU
Perguruan Tinggi 6
3
18
3 20
10
60
10
Jumlah 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner Tahun 2009

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan SMU yaitu 18 responden (60%).
b. Umur
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. <20 tahun
20-35 tahun
>35 tahun 1
23
6 3,3
76,7
20
Jumlah 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner Tahun 2009

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar berumur 20-35 tahun yaitu 23 responden (76,7%).
4.1.3 Pengetahuan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Rooming In di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. Baik
Cukup
Kurang 20
3
7 66,7
10
23
Jumlah 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner Tahun 2009

Berdasarkan tabel 4.3 bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang pengertian rooming in yaitu baik 20 responden (66,7%).





Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Keuntungan Rooming In di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. Baik
Cukup
Kurang 29
0
1 96,7
0
3,3
Jumlah 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner Tahun 2009

Berdasarkan tabel 4.4 bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang keuntungan rooming in yaitu baik 29 responden (96,7%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Tujuan Rooming In di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. Baik
Cukup
Kurang 20
9
1 66,7
30
3,3
Jumlah 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner Tahun 2009

Berdasarkan tabel 4.5 bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang tujuan rooming in yaitu baik 20 responden (66,7%).





Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Rooming In di Ruangan Camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. Baik
Cukup
Kurang 24
5
1 80
16,7
3,3
Jumlah 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner Tahun 2009

Berdasarkan tabel 4.6 bahwa secara keseluruhan pengetahuan responden tentang rooming in yaitu baik 24 responden (80%),dan kategori kurang 1 responden (3,3%).

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa gambaran pengetahuan ibu postpartum tentang rooming in sebagian besar baik yaitu sebanyak 24 responden (80%) dari 30 responden. Menurut pendapat peneliti hal ini berkaitan dengan pendidikan terakhir responden sebagian besar adalah SMU yaitu 18 responden (60%), dan perguruan tinggi yaitu 3 responden (10%). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Machfoedz (2005) yang menyatakan bahwa makna pendidikan yang mencakup semua perkembangan bagi kemampuan dan kesiapan seseorang lalu menyerahkannya pada arah yang benar.
Peneliti berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam pengetahuan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat intelektualnya dan semakin tinggi pendidikan maka semakin besar kemampuan untuk menyerap dan menerima informasi yang diberikan.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Zanbar (2003), menyatakan bahwa pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal, dimana pengetahuan formal didapat dari pendidikan misalnya dari jenjang pendidikan dan pengetahuan.
Berdasarkan asumsi peneliti, selain pendidikan responden tentang rooming in kemungkinan usia juga berperan dalam melihat tingkat pengetahuan responden dimana sebagian besar umur responden berada pada kategori dewasa (20-35 tahun) sebanyak 23 orang (76,7%). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003), bahwa semakin bertambahnya usia seseorang semakin meningkat pula kedewasaan orang tersebut, kedewasaan sangat dipengaruhi oleh proses belajar karena semakin banyak memperoleh informasi tertentu, sehingga akan dapat menambah atau meningkatkan wawasan atau pengetahuan seseorang tersebut menerima informasi dan semakin bagus pengetahuan yang dimiliki.
Menurut Leonard (2009), tahap perkembangan pemikiran manusia sangat berbeda-beda, usia 6-12 tahun pengetahuannya masih sebatas bermain dan belum bisa berfikir dewasa, usia 12-15 tahun pengetahuannya mulai berkembang namun belum bisa berfikir dewasa, 15-18 tahun pengetahuan manusia berkembang menjadi lebih dewasa sehingga pengetahuannya baik, usia 18-35 tahun manusia lebih dewasa dan cara berfikirnya lebih matang, usia >35 tahun daya berfikir seseorang mulai melemah serta tingkat pengetahuannya mulai berkurang.





















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden tentang rooming in di ruangan camar I RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009 yaitu berpengetahuan baik 24 responden (80%), berpengetahuan cukup 5 responden (16,7%), dan berpengetahuan kurang 1 responden (3,3%).

5.2 Saran
5.2.1 Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan dapat dijadikan bahan perbandingan untuk peneliti selanjutnya.
5.2.2 Bagi institusi pendidikan
Diharapkan bagi institusi pendidikan agar menambah buku referensi tentang rooming in dan metodelogi penelitian sehingga dapat dipergunakan oleh mahasiswa sebagai bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan, sehingga mahasiswa dapat memberikan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan siswi tentang rooming in.

5.2.3 Bagi lahan penelitian
Petugas kesehatan yang berada di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru agar dapat meningkatkan lagi penyuluhan dan pendekatan serta motivasi kepada ibu postpartum agar dapat mempertahankan dan lebih meningkatkan pemahamannya terhadap pentingnya rooming in. Sehingga keadaan yang sudah baik dapat terus ditingkatkan.

appendik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Visi Indonesia sehat 2020 yang diikuti visi Riau sehat 2010 yang pada hakekatnya adalah untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang sehat di seluruh lapisan masyarakat merupakan titik tolak di galakannya berbagai upaya kesehatan (Nursalam, 2004).
Seiring dengan kemajuan teknologi dan peningkatan status sosial ekonomi yang semakin meningkat, masalah kesehatan juga muncul dimasyarakat yang disebabkan kurangnya pengetahuan terutama tentang pola hidup yang tidak sehat sehingga menyebabkan penyakit dari saluran pencernaan yang salah satunya adalah appendiksitis (Nursalam, 2004). Appendiksitis atau radang usus buntu adalah merupakan suatu keradangan pada daerah umbai cacing di saluran pencernaan (Juwardhono, 2004).
Dampak yang terjadi akibat dari appendiksitis adalah gangguan terhadap seseorang, dimana gangguan itu muncul diawali dengan berbagai gejala yang mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari seperti nyeri dengan tiba-tiba didaerah abdomen dan ulu hati, bila dibiarkan terus menerus appendiksitis dapat terjadi obstruksi lumen usus, (Juwardhono, 2004). Jika Appendiksitis tidak dilakukan penanganan segera akan terjadinya infeksi berat, bisa menyebabkan pecahnya lumen usus sehingga memerlukan penanganan yang khusus yaitu Laparatomi (Waspadji, dkk, 2001).
Appendiksitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi. Kejadian paling tinggi ditemukan pada usia dekade kedua dan ketiga, appendiksitis didapatkan 1,3 – 1,6 kali lebih sering pada laki-laki dari pada wanita (Waspadji, dkk, 2001). Penyebab appendiksitis yaitu berupa fekalit, cacing ascariasis, dan hyperplasia jaringan limfe (Choliq, 2008).
Prevalensi di Inggris, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Douglas et al terdapat 302 pasien yang terkena suspek appendiksitis setelah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Dan untuk mengatasi appendiksitis tersebut telah dilakukan apendiktomi dengan angka kegagalan sekitar 9 – 11%, dan 89% berhasil untuk mengatasi apendiksitis. Dan penelitian lain yang dilakukan oleh Zielke et al, sekitar 2000 pasien mengatakan,bahwa sekitar 6% ultrasonografi mendetaksi appendiksitis (Erita, 2004).
Berdasarkan survey yang telah dilakukan peneliti dari 10 besar penyakit yang terdapat di Poli Bedah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan pasien yang menderita penyakit appediksitis pada tahun 2006 berjumlah 260 orang (31,43%), pada tahun 2007 pasien yang menderita penyakit appendiksitis meningkat lagi menjadi 305 orang (31,44%). Sedangkan pada tahun 2008 didapatkan pasien yang menderita penyakit appendiksitis dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1
10 Penyakit Terbesar di Poli Bedah
RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru Tahun 2008

No Penyakit Jumlah Persentase
1 Appendiksitis 330 30,55%
2 Hernia 142 13,14%
3 Hernia inguinal 110 10,18%
4 Neoplasma jinak payudara 101 8,33%
5 Neoplasma jinak kulit 90 8,33%
6 Hemorroid 78 7,22%
7 Neoplasma ganas payudara 67 6,20%
8 Hernia lainnya 60 5,55%
9 Penyakit gondok 59 5,46%
10 FAM 43 3,98%
Jumlah 1080 100%
Sumber : RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru
Berdasarkan berdasarkan tabel diatas masih tingginya angka kejadian penyakit appendiksitis dan merupakan penyakit urutan pertama dibandingkan dengan penyakit lainnya yang ada di poli bedah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, maka peneliti tertarik untuk meneliti apa faktor penyebab terjadinya appendiksitis di poli bedah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik mengambil judul “Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Appendiksitis di Poli Bedah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2008”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan tentang “Faktor-Faktor Apa Saja Yang Menjadi Penyebab Terjadinya Appendiksitis di Poli Bedah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2008?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan faktor-faktor penyebab terjadinya appendiksitis di Poli Bedah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab terjadinya appendisitis yang disebabkan oleh fekalit.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab terjadinya appendisitis yang disebabkan oleh ascariasis.
3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab terjadinya appendisitis yang disebabkan oleh hyperplasia jaringan limfe.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
Memberikan pengalaman nyata dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh diperkuliahan terutama tentang penelitian.
1.4.2 Bagi institusi pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa AKBID / AKPER Dharma Husada Pekanbaru, dan untuk penelitian selanjutnya yang ada kaitannya dengan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
1.4.3 Bagi instansi kesehatan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Appendiksitis
2.1.1 Pengertian Appendiksitis
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongan tidak efektif, dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (appendiksitis) (Smeltzer, 2002).
Appendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks yang timbul secara mendadak (Anita,2008).
2.1.2 Penyebab Appendiksitis
1. Fekalit
Fekalit yaitu tinja atau feces yang keras mengapur. Adanya fekalit dalam lumen appendiks karena penyumbatan feces, lumen melebar dan mengadakan perangsangan terhadap pembuluh darah (Choliq, 2008).
Tinja atau feces yang mengeras dalam waktu lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan appendiksitis (Khomsah, 2008).
2. Ascariasis
Ascariasis yaitu penyakit yang disebabkan oleh cacing gelang. Cacing yang beternak diusus besar kemudian tersasar memasuki appendiks maka dapat menimbulkan appendiksitis (Khomsah, 2008).
3. Hyperplasia Jaringan Limfe
Hyperplasia jaringan limfe yaitu pembesaran jaringan limfe. Jika jaringan limfe membesar maka akan menekan appendiks dan akan menyebabkan appendiksitis (Choliq, 2008).
2.1.3 Klasifikasi Appendiksitis
1. Appendiksitis akut yaitu peradangan yang terjadi pada appendiks secara mendadak dan meluas melalui peritoneum parietal sehingga timbul rasa sakit yang mendadak.
2. Appendiksitis infiltra peradangan appendiks yang melekat pada dinding perut.
3. Appendiksitis kronis yaitu peradangan appendiks yang terjadi secara menahun yang merupakan kelanjutan appendiksitis infiltrat yang tidak mendapat pengobatan dan perawatan intensif sehingga gejalanya menghilang dan suatu saat akan timbul lagi gejala tersebut.
4. Appendiksitis abses yaitu kelanjutan dari appendiksitis kronis yang kurang perawatan dan kuman cukup ganas sehingga menimbulkan abses (Choliq, 2008).
2.1.4 Gambaran klinis
Pada kasus apendisitis yang klasik gejala- gejala permulaan adalah
1. Nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus
2. Anoreksia yaitu hilangnya selera makan.
3. Mual.
4. Muntah
Gejala-gejala ini umumnya berlangsung lebih dari satu atau dua hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin mendapat nyeri tekan sekitar titik Mc burney. Kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas, biasanya ditemukan demam ringan dan leukositosis moderat. Bila dapat ruptura apendiks terjadi, nyeri seringkali hilang secara dramatis untuk sementara (Waspadji, dkk, 2001).
Sedangkan menurut Erita (2004), gambaran klinis yang bisanya muncul adalah :
1. Nyeri tumpul dan samar disekitar pusar biasanya disertai mual dan tidak mau makan.
2. Suhu meningkat sekitar 37,5 - 38,50C, 2) Beberapa jam kemudian nyeri pindah ke perut bagian kanan bawah (sekitar garis yang menghubungkan tonjolan tulang pinggang dengan pusar) yang dikenal dengan titik Mc. Burney. Nyerinya lebih jelas dan tajam sehingga dapat mempengaruhi aktivitasnya misalnya kalau jalan sambil memegang perutnya dan agak membungkuk menahan sakit
3. Nyeri tekan didaerah mc. Burney
4. Nyeri lepas (bila ditekan dan kemudian dilepas tekanan itu , terasa nyeri)
5. Nyeri perut kanan bawah bila penderita bernafas dalam, berjalan, batuk oleh karena gerakan dari peritoneum, dan sembelit.
Gambaran yang mencurigakan apendisitis akut adalah:
1. Apendiks yang tidak dapat divisualisasi
2. Apendiks terisi kontras sebagian
3. Gambaran defek pada sekum akibat penekanan dari luar
4. Pada fluroskopi sekum dan ileum terminal tampak irritable.
Beberapa keadaan yang memiliki gambaran klinis menyerupai apendisitis akut adalah :
1. Gastroenteritis akut
2. Limfadenitis mesenterik pada anak
3. Mittelscmerz (nyeri akibat ruptura•folikel ovarium waktu ovulasi)
4. Peradangan divertikulum meckel fetus yang terbentang dari ileum ke umbulikus
5. Enteritis regional
2.1.5 Pencegahan
Kita bisa melakukan pencegahan dengan makanan yang berserat agar fesesnya tidak keras, Pemberian obat cacing teratur tiap 6 bulan Menjaga kebersihan makanan agar tidak banyak mengandung parasit (Depkes RI, 2001).
Sedangkan menurut Waspadji dkk, (2001), Mengenai pencegahan, tentunya yang paling penting adalah menjaga agar tidak terjadi pengerasan sisa makanan dalam usus ataupun tidak memakan makanan yang sulit dicerna dan berpotensi menjadi cikal bakal dari penyumbatan tadi. Diet tinggi serat, dalam hal ini kaya akan sayuran dan buah-buahan) akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras. Di samping itu, meminum cukup air putih dan tidak menunda buang air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.




2.2 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu yang abstrak, logika, secara teliti, secara arti harfiah akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan dengan ilmu pengetahuan. Kerangka konsep merupakan teori yang bisa diukur yang telah dikembangkan keperawatan atau disiplin ilmu lain (Nursalam, 2001).
Variabel




Sub variabel





Gambar 2.1 Kerangaka Konsep


Keterangan :

: Yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Dimensi variabel yang diteliti





BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah kuantitatif yaitu suatu proses penelitian mulai dari merumuskan permasalahan hingga mengambil kesimpulan (Prasetyo, 2005). Sedangkan rancangan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk melihat faktor penyebab terjadinya appendiksitis di poli bedah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru (Prasetyo, 2005).

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di poli bedah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari pengajuan judul pada bulan Januari dan selesi pada bulan Juli 2009.

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh status pasien yang terkena appendiksitis yang didapat dari medical record di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru tahun 2008 berjumlah 330 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Zanbar, 2005). Dengan menggunakan rumus :
N
n =
1 + N (d²)

330
n =
1 + 330 (0,1²)

330
n =
4,3

n = 76

Keterangan :

N : Besar populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)
(Notoatmodjo, 2005)
3.3.3 Sampling
Sampling adalah mengambil sampel penelitian ini digunakan dengan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan metode Quota sampling yaitu pertama-tama menetapkan berapa besar jumlah sampel yang diperlukan atau menetapkan quotum (jatah),kemudian jumlah atau quotum itulah yang dijadikan dasar untuk mengambil unit sampel yang diperlukan (Notoatmodjo, 2005).

3.4 Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. (Notoatmodjo, 2005)
3.4.1 Variabel : Faktor penyebab terjadinya appendiksitis.
3.4.2 Sub variabel :
1. Fekalit
2. Ascariasis
3. Hyperplasia jaringan limfe








3.5 Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Penelitian Defenisi Operasional Alat ukur Skala
Faktor-faktor penyebab terjadinya appendiksitis :

a. Fekalit


b. Ascariasis


c. Hyperplasia jaringan limfe Hal-hal yang menyebabkan terjadinya appendiksitis.



Tinja yang mengeras.


Suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing.

Pembesaran limfe. Daftar Checklist



Daftar Checklist

Daftar Checklist

Daftar Checklist Nominal




Nominal


Nominal


Nominal



3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu daftar cheklist register laporan penyakit appendiksitis medical record pasien yang terkena penyakit appendiksitis.

3.7 Jalannya Penelitian
3.7.1 Tahap persiapan
1. Mengajukan judul penelitian
2. Melakukan studi pendahuluan
3. Menyusun proposal penelitian

3.7.2 Tahap pelaksanaan
1. Mencari data pasien yang terkena penyakit appendiksitis pada tahun 2008 di medical record RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
2. Mengolah data dan menganalisa data yang telah didapat.
3.7.3 Tahap penyelesaian
Menyusun Karya Tulis Ilmiah, seminar hasil penelitian, dilanjutkan dengan perbaikan dan pengumpulan laporan Karya Tulis Ilmiah.

3.8 Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan yaitu data sekunder, data sekunder adalah data yang diperoleh dari medical record dan buku register yang terdapat di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru tahun 2008 (Notoatmodjo, 2005).

3.9 Tehnik Pengolahan Data
Menurut Sugiono (2005), pengolahan data dapat dilakukan dengan langkah - langkah sebagai berikut:
3.9.1 Penyuntingan Data (Editing)
Memeriksa data terlebih dahulu meliputi pengecekkan, kelengkapan, identitas, subjek penelitian, pengecekan kelengkapan data dan mengecek melalui isian data.
3.9.2 Pengkodean Data (Coding)
Adalah setiap data yang didapat maka diberi tanda ceklis (√) dan nama pada status pasien diubah menjadi nomor sebagai status pasien.
3.9.3 Tabulasi Data (Tabulating)
Pada tahap ini peneliti merumuskan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sesuai dengan analisis master tabel yang telah dibuat. Dengan perhitungan persentase sebagai berikut :

P = F X 100%
n

Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi faktor-faktor penyebab terjadinya appendiksitis
n = Jumlah sampel (Sudijo, 2006).

3.10 Tehnik Analisa Data
Dalam analisa data penulisan menggunakan analisa univariate yaitu analisa data yang dilakukan hanya melihat hasil perhitungan dari frekuensi serta presentase dari hasil penelitian, yang nantinya akan dipergunakan sebagai tolak ukur untuk pembahasan dan kesimpulan (Arikunto, 2006).
Dengan perhitungan persentase dengan rumus Sudijo (2006) sebagai berikut :

P = F/A/H × 100%
n

Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi faktor-faktor penyebab terjadinya appendiksitis dari faktor Fekalit,
A = Frekuensi faktor-faktor penyebab terjadinya appendiksitis dari faktor Ascariasis
H = Frekuensi faktor-faktor penyebab terjadinya appendiksitis dari faktor Hyperplasia jaringan limfa
n = Jumlah sampel

3.11 Kesulitan Dan Keterbatasan
3.11.1 Kesulitan Penelitian
Selama melaksanakan penelitian, peneliti mengalami beberapa kesulitan diantaranya yaitu kesulitan dalam mengambil data ke Rumah Sakit dalam memenuhi pihak Rumah Sakit yang berwenang memegang dan memberikan data sehingga memerlukan waktu yang lama.


3.11.2 Keterbatasan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti mengalami beberapa keterbatasan yaitu kurangnya pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam membuat penelitian ini karena data yang digunakan data sekunder dengan metode deskriptif, serta kepustakaan yang kurang terutama yang khusus membahas faktor penyebab appendiksitis, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di medical record RSUD Arifin ahmad Pekanbaru Tipe A dengan Akreditasi B, dimana secara geografis RSUD Arifin Ahmad sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Gaja Mada, sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Diponegoro, sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Hang Tuah dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Mustika.
4.1.2 Karakteristik
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. <18 tahun
18-35 tahun
>35 tahun 15
38
23 19,7
50
30,3
Jumlah 76 100
Sumber : Hasil Pengolahan Tabel Checklist Tahun 2009

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar berumur 18-35 tahun yaitu 38 status (50%).


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2. Laki-laki
Perempuan 28
48 36,8
63,2
Jumlah 76 100
Sumber : Hasil Pengolahan Tabel Checklist Tahun 2009
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan yaitu 48 status (63,2%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3.
4. SD
SMP
SMU
Perguruan Tinggi 14
9
34
19 18,4
11,8
44,8
25
Jumlah 76 100
Sumber : Hasil Pengolahan Tabel Checklist Tahun 2009
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar SMU yaitu 34 status (44,8%).







Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6. Pelajar
Mahasiswa
IRT
Swasta
PNS
Pensiunan 12
13
24
24
1
2 15,8
17,1
31,6
31,6
1,3
2,6
Jumlah 76 100
Sumber : Hasil Pengolahan Tabel Checklist Tahun 2009

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar IRT yaitu 24 responden (31,6%) dan swasta yaitu 24 responden (31,6%).
4.1.3 Faktor-faktor Penyebab Appendiksitis



Gambar 4.1 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Appendiksitis

Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan bahwa penyebab appendiksitis berdasarkan faktor fekalit yaitu 41 status (54%), berdasarkan faktor ascariasis yatiu 19 status (25%), dan berdasarkan faktor hyperplasia jaringan limfe yaitu 16 status (21%).

4.2 Pembahasan
4.2.1 Berdasarkan Fekalit
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa faktor-faktor penyebab appendiksitis sebagian besar disebabkan oleh fekalit yaitu 41 status (54%). Menurut pendapat peneliti hal ini berkaitan dengan kurangnya mengkonsumsi makanan yang berserat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengakibatkan buang air besar yang kurang lancar.
Menurut Choliq (2008), penyebab appendiksitis yang paling sering terjadi yaitu disebabkan oleh fekalit. Hal itu disebabkan oleh pola makan masyarakat kurang teratur dan seimbang yang menyebabkan feces mengeras dan kemungkinan besar feces tersebut masuk kesaluran appendiks.
Menurut Adi (2008), Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen appendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askariasis dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi.
Hal ini sesuai dengan penelitian Isma (2005), menyatakan bahwa faktor penyebab appendiksitis yang terjadi di RSUD Semarang sebagian besar disebabkan oleh fekalit yang berjumlah 57%, dan sebagian kecil disebabkan oleh ascariasis.
4.2.2 Berdasarkan Ascariasis
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa faktor-faktor penyebab appendiksitis yang disebabkan oleh ascariasis yaitu 19 status (25%). Menurut pendapat peneliti hal ini berkaitan dengan seseorang yang tidak menerapkan pola hidup sehat terhadap dirinya sendiri dan keluarga kurangnya dengan cara menjaga kebersihan diri agar terhindar dari cacing.
Menurut Anita (2008), appendiksitis juga sering disebabkan oleh ascariasis. Hal ini disebabkan karena disetiap usus manusia terdapat cacing ascariasis, jika setiap orang bisa menjaga pola makan dan kesehatan tubuh, maka cacing tersebut tidak akan berkembang biak dan tidak akan tersasar keappendik.


4.2.2 Berdasarkan hyperplasia jaringan limfe
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa faktor-faktor penyebab appendiksitis yang terkecil disebabkan oleh hyperplasia jaringan limfe yaitu 16 status (21%). Menurut pendapat peneliti hal ini berkaitan dengan pembesaran limfe yang menyebabkan tekanan terhadap appendik dan membuat jaringan-jaringan appendik mati dan membusuk.
Menurut Khomsah (2008), faktor penyebab appendiksitis yang disebabkan oleh hyperplasia jaringan limfe memang sangat jarang terjadi karena pasien yang terkena hyperplasia jaringan limfe tidak semuanya mengakibatkan appendiksitis.
Menurut Hermawan (2008), faktor penyebab appendiksitis yang paling sering ditemukan adalah faktor hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak dan mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu. Faktor kedua yaitu ascariasis, orang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang berkembangbiak didalam usus besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat menimbulkan penyakit radang usus buntu.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab appendiksitis di poli bedah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2008 yang disebabkan oleh faktor fekalit yaitu 41 status (54%), faktor ascariasis yatiu 19 status (25%), dan faktor hyperplasia jaringan limfe yaitu 16 status (21%).

5.2 Saran
5.2.1 Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan dengan adanya penelitian ini agar dapat digunakan untuk perbandingan bagi peneliti selanjutnya.
5.2.2 Bagi institusi pendidikan
Diharapkan bagi institusi pendidikan agar menambah buku referensi tentang appendiksitis dan metodeologi penelitian agar dapat dipergunakan oleh mahasiswa sebagai bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.
5.2.3 Bagi lahan penelitian
Diharapkan agar petugas kesehatan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru lebih sering melakukan penyuluhan kepada pasien appendiksitis, agar pasien appendiksitis tahu tentang penyebab penyakit appendiksitis.

Rabu, 15 Juli 2009

abortus

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan untuk kehidupan sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010. Visi dari Making Pregnancy Safer (MPS) adalah untuk menurunkan angka kematian dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup sehat (Prawirohardjo, 2002).
Upaya dalam meningkatkan kualitas kesehatan penduduk dalam pencapaian peningkatan produktivitas dan kesejahteraan umum maka untuk mencapai hal tersebut pembangunan kesehatan pada dewasa ini diajukan pada peningkatan pemerataan mutu pelayanan dengan memberikan pelayanan yang professional dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu bersalin dan anak (Prawirohardjo, 2002).
Kesehatan adalah suatu aspek yang paling penting dalam kehidupan manusia. Berbagai upaya dijalankan untuk memelihara kondisi kesehatan atau memulihkan kondisi kesehatan agar kembali seperti sediakala. Sehat dan sakit adalah gejala universal dalam kehidupan manusia, yang pada berbagai tahap dalam berbagai kehidupan tanpa disadari atau kadang-kadang muncul kepermukaan apabila kondisi sakit telah serius (Prawirohardjo, 2002).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Prawirohardjo, 2002).
Sejak lama diketahui bahwa abortus spontan hanyalah sebagian kecil dari seluruh kejadian abortus. Bagian terbesar adalah abortus provokatus yang dilakukan dengan sengaja akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Dari hasil World Fertility Survey tahun 1987, diketahui bahwa diseluruh dunia ada sekitar 300 juta pasangan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi, tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun. Mereka adalah kelompok yang sangat beresiko untuk mengalami kehamilan yang tidak diingini (Kodim, 2007).
Saat ini dunia masih menghadapi tingginya angka kematian ibu (AKI) saat melahirkan dan balita, khususnya bayi baru lahir. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organition) mencatat, tiap tahunnya, angka kematian ibu (AKI) sedangkan di Indonesia sekitar 14.180 perempuan (Sugiono, 2005).
Di Indonesia angka kejadian abortus merupakan angka tertinggi dari penyebab kematian maternal yaitu 30%-35% dibandingkan dengan penyebab kematian ibu yang lainya. Angka kematian maternal ini menjadi sorotan Negara karena disebabkan kurangnya pengetahuan ibu tentang kelainan yang terjadi pada kehamilan sehingga kelainan kehamilan terlambat untuk diketahui. Bila ibu atau petugas kesehatan dapat mengetahui kelainan pada kehamilan terutama abortus maka AKI dan Abortus diturunkan (Manuaba, 2007).
Pada tahun 2005 AKI di Pekanbaru berjumlah 11 per 19.657 persalinan hidup, yang mana pada tahun 2006 AKI meningkat menjadi 17 per 20.210 persalinan hidup. Ini menunjukkan derajat kesehatan ibu selama hamil dan melahirkan masih memerlukan perhatian dan penanganan yang lebih baik (Profil Dinkes, 2006).
Abortus merupakan hal yang umum terjadi pada kehamilan dini yang berkisar antara 15%-25%. Abortus sering terjadi pada minggu ke enam sampai ke sepuluh, disertai dengan perdarahan pervaginam dengan rasa nyeri. Abortus atau keguguran adalah terhentinya proses kehamilan sebelum fetus atau janin mampu hidup diluar kandungan ibunya dengan atau tanpa alat bantu (Prawirohardjo, 2002).
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru tahun 2008 jumlah ibu hamil yang terdapat di 12 kecamatan yang ada di Pekanbaru adalah 22.083 orang. Data ibu hamil terbanyak terdapat di kecamatan Bukit raya yang terletak di wilayah kerja puskesmas Harapan Raya dengan jumlah 2.410 orang ibu hamil.
Berdasarkan survey yang telah dilakukan peneliti di wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya tahun 2008 jumlah kunjungan ibu hamil trimester pertama yang terbanyak yaitu di Rumah Bersalin Taman Sari 1 sebanyak 220 orang dari 461 ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 1.1
Jumlah Kunjungan Ibu hamil Pada Beberapa Rumah Bersalin Yang Berada Di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya
Tahun 2008

No
Nama RB
Jumlah Kunjungan Ibu
Hamil Setiap Tahun Kunjungan IbuHamil
Trimester Pertama
1.
2. RB Putri Asih
RB Taman Sari 1 80
461 49
220
Sumber : Puskesmas Harapan Raya

Berdasarkan tabel diatas didapatkan jumlah ibu hamil trimester pertama yaitu 220 orang (47,7%) dari 461 ibu hamil yang melakukan kunjungan ke Rumah Bersalin Taman Sari 1. Disini masih terlihat rendahnya kunjungan ibu hamil trimester pertama, sehingga peneliti tertarik untuk melakukuan penelitian tentang pengetahuan ibu hamil trimester pertama tentang abortus di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru tahun 2009.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah diungkapkan pada latar belakang didapatkan masalah yaitu “ Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester Pertama Tentang Abortus di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru tahun 2009 “.




1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Trimester pertama Tentang Abortus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil trimester pertama tentang pengertian abortus.
1.3.2.2 Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil trimester pertama tentang jenis-jenis abortus.
1.3.2.3 Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil trimester pertama tentang penyebab terjadinya abortus.
1.3.2.4 Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil trimester pertama tentang klasifikasi abortus serta tanda dan gejala abortus.
1.3.2.5 Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil trimester pertama tentang penatalaksanaan komplikasi pada abortus.





1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi peneliti dan menambah pengetahuan, serta menambah wawasan dan pengalaman yang lebih luas tentang abortus.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Penelitian ini dapat menjadi masukan dan sumbangan fikiran dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan memberikan pengetahuan pada ibu hamil khususnya tentang abortus di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai wacana untuk penelitian lebih lanjut bagi pihak pendidikan khususnya pada Akademi Kebidanan Dharma Husada Pekanbaru.
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya terutama tentang abortus.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan dokumen yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dari pegalaman dan penelitian terbukti bahwa prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba sebagian besar pengatahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005).
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan menurut Notoatmodjo (2005) yaitu :
2.1.2.1 Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat kembali terhadap sesuatu dari seluruh bahan yang sudah dipelajari, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2.1.2.2. Memahami (Comprehension)
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menjabarkan, memberi contoh, mengamalkan dan sebagainya.
2.1.2.3 Aplikasi (Aplication)
Mampu menggunakan atau melaksanakan tentang apa yang telah dipelajari pada suatu kondisi yang realita.
2.1.2.4 Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk mendapatkan suatu kebenaran dimana untuk mendapatkan kebenaran ini merupakan suatu proses yang rumit dan analisis juga merupakan proses terakhir dalam rentetan tugas penelitian.
2.1.2.5 Sintesis (Synthesis)
Merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru.
2.1.2.6 Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap materi yang berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.




2.2 Konsep Kehamilan
2.2.1 Pengertian Kehamilan
Kehamilan merupakan sebuah proses diawali dengan keluarnya sel telur yang telah matang dari indung telur. Ketika telur yang matang itu berada pada saluran telur dan pada saat itu sperma yang masuk dan bertemu dengan sel telur maka keduanya akan menjadi menyatu membentuk sel yang akan tumbuh. (Lukman, 2004)
Hamil adalah mengandung janin dalam rahim karena sel telur dibuahi oleh spermatozoa. (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002)
Kehamilan trimester pertama yaitu kehamilan yang berusia dari 0- 3 bulan (Prawirohardjo, 2002).
2.2.2 Pembagian Trimester Pada Kehamilan
Berdasarkan Prawirohardjo tahun 2002, kehamilan dibagi menjadi tiga trimester yaitu :
2.2.2.1 Trimester Pertama
Trimester pertama yaitu kehamilan yang dimulai pada usia kehamilan 0-3 bulan.
2.2.2.2 Trimester Kedua
Trimester kedua yaitu kehamilan yang dimulai pada usia kehamilan 4-6 bulan.

2.2.2.3 Trimester Ketiga
Trimester ketiga yaitu kehamilan yang dimulai pada usia kehamilan 7-9 bulan lebih.

2.3 Konsep Abortus
2.3.1 Pengertian Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Prawirohardjo, 2002).
2.3.2 Jenis-jenis Abortus
Jenis-jenis abortus menurut Prawirohardjo tahun 2002 yaitu :
2.3.2.1 Abortus Spontan
Abortus spontan adalah pengehentian kehamilan sebelum kehamilan mencapai viabilitas (usia kehamilan 22 minggu). Tahap-tahap abortus spontan meliputi :
1. Abortus imminens yaitu terjadi perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
2. Abortus insipient yaitu perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih berada di rahim. Kondisi ini menunjukkan proses abortus sedang berlangsung dan akan beranjut menjadi abortus inkomplit atau komplit.
3. Abortus inkomplit yaitu perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari rahim.
4. Abortus komplit yaitu perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim.
2.3.2.2 Abortus infeksiosa
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai komplikasi infeksi. Adanya penyebaran kuman atau toksin kedalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat menimbulkan septicemia, sepsis atau peritonitis.
2.3.2.3 Missed abortion (Retensi janin mati)
Missed abortion (retensi janin mati) yaitu perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih. Biasanya diagnosis tidak dapat ditemukan hanya dalam satu kali pemeriksaan, melainkan memerlukan waktu pengamatan dan pemeriksaan ulang.
2.3.2.4 Abortus tidak aman (Unsafe abortion)
Abortus tidak aman (unsafe abortion) yaitu upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksanaan tindakan tersebut tidak mempunyai cukup kehamilan dan prosedur tanda yang aman sehingga dapat membahayakan jiwa pasien.
2.3.3 Penyebab Terjadinya Abortus.
2.3.3.1 Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut :
1. Kelainan kromosom.
Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi, poliploid, dan kemungkinan pula kromosom seks.
2. Lingkungan kurang sempurna.
Bila lingkungan diendometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
3. Pengaruh dari luar.
Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen (Prawirohardjo, 2002).
2.3.3.2 Kelainan pada plasenta.
Endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun. (Prawirohardjo, 2002)
2.3.3.3 Penyakit ibu.
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk kejanin, sehingga menyebabkan kematian janin, dan kemudian terjadilah abortus. (Prawirohardjo, 2002)
2.3.3.4 Kelainan traktus genitalis.
Retroversion uteri, miomata uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya retroversion uteri gravidi inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan penting. (Prawirohardjo, 2002)

2.3.4 Klasifikasi, tanda dan gejala abortus
Menurut Prawirohardjo tahun 2002, klasifikasi, tanda dan gejala abortus yaitu :

Tabel 2.1
Diagnosis Klasifikasi Abortus
Serta Tanda dan Gejala Abortus

Uterus / Rahim Tanda dan Gejala Diagnosa
Sesuai dengan usia kehamilan - Kram perut bawah
- Uterus/rahim lunak Abortus imminens
Sedikit membesar dari normal - Limbung atau pingsan
- Nyeri perut bawah
- Nyeri goyang Porsio atau bibir rahim
- Cairan bebas intraabdomen Kehamilan ektopik yang terganggu
Lebih kecil dari usia kehamilan - Sedikit atau tanpa nyeri perut bagian bawah
- Riwayat ekspulsi hasil konsepsi Abortus komplit
Sesuai usia kehamilan - Kram atau nyeri perut bagian bawah
- Belum terjadi ekspulsi hasil konsepsi Abortus insipient
Sesuai usia kehamilan - Kram atau nyeri perut bagian bawah
- Pengeluaran sebagian hasil konsepsi Abortus inkomplit
Lunak dan lebih besar dari usia kehamilan - Mual/muntah
- Kram perut bagian bawah
- Tidak ada janin keluar jaringan seperti anggur Abortus mola
Sumber : Prawirohardjo, 2002












2.3.5 Penatalaksanaan Komplikasi Pada Abortus
Menurut Saifuddin tahun 2002, penatalaksanaan komplikasi abortus yaitu :
Tabel 2.2
Diagnosis Penatalaksanaan Komplikasi Pada Abortus

Tanda dan Gejala Komplikasi Penanganan
• Nyeri abdomen
• Nyeri lepas
• Rahim terasa lemas
• Perdarahan berkanjut
• Lemah-lesu
• Demam
• Sekret vagina berbau
• Secret dan pus dari servik
• Nyeri goyang servik Infeksi / sepsis Mulailah antiboitika sesegera mungkin sebelum melakukan aspirasi vakum manual
• Nyeri/kaku pada abdomen
• Nyeri lepas
• Distensi abdomen
• Abdomen terasa tegang dan keras
• Nyeri pada bahu
• Mual/muntah
• Demam Perlukaan uterus, vagina atau usus Lakukan laparatomi untuk memperbaiki perlukaan dan lakukan aspirasi vakum manual secara berurutan.
Sumber : Saifuddin, 2002









2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. ( Notoatmodjo, 2005)

Variabel










Sub variabel











Keterangan :
: Yang diteliti
: Kategori yang digunakan
: Dimensi yang diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah kuantitatif yaitu suatu proses penelitian mulai dari merumuskan permasalahan hingga mengambil kesimpulan. Sedangkan rancangan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena (Prasetyo, 2005).

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru tahun 2009.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari pengajuan judul pada bulan Januari dan diperkirakan akan selesai pada bulan Juli 2009.





3.3 Populasi, Sampel dan Sampling Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester pertama yang berkunjung ke Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Zanbar, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari ibu hamil trimester pertama yang datang berkunjung ke Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru dengan sampel minimum yang berjumlah 30 orang, dalam statistik dianggap menuju angka jumlah banyak karena bila dibuat kurvanya akan mendekati kurva normal (Machfoedz, 2005).
Kriteria sampel yaitu seluruh ibu hamil trimester pertama yang datang berkunjung ke Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru yang bersedia menjadi responden dan bisa baca tulis.
3.3.3 Sampling
Sampling adalah mengambil sampel penelitian ini digunakan dengan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan metode Accidental sampling yaitu pengambilan sampel secara kebetulan ada di tempat penelitian (Notoatmodjo, 2005).

3.4 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah hanya satu variabel yaitu gambaran pengetahuan ibu hamil trimester pertama tentang abortus. Sedangkan yang menjadi sub variabel dalam penelitian ini adalah pengertian abortus, jenis-jenis abortus, penyebab abortus, klasifikasi abortus serta tanda dan gejala abortus, dan penatalaksanaan komplikasi pada abortus.

3.5 Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Sub Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Kategori
Pengetahuan ibu hamil trimester pertama tentang penyebab abortus Informasi atau segala sesuatu yang sudah dipahami oleh responden tentang penyebab abortus Angket Ordinal Baik > 75%
Cukup 60%-75%
Kurang < 60%

Pengertian abortus Berakhirnya kehamilan oleh akibat-akibat tertentu Angket Ordinal Baik > 75
Cukup 60%-75%
Kurang < 60%

Jenis-jenis abortus macam-macam dari abortus Angket Ordinal Baik > 75%
Cukup 60%-75%
Kurang < 60%
Penyebab abortus Hal-hal yang dapat menyebabkan abortus Angket Ordinal Baik > 75%
Cukup 60%-75%
Kurang < 60%

Klasifikasi abortus serta tanda dan gejala abortus Ciri-ciri dari abortus Angket Ordinal Baik > 75%
Cukup 60%-75%
Kurang < 60%

Penatalaksanaan komplikasi pada abortus Penanganan dari abortus Angket Ordinal Baik > 75%
Cukup 60%-75%
Kurang < 60%
3.6 Instrumen Penelitian
Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti menggunakan alat pengumpul data dengan menggunakan angket yang berisi 20 pernyataan untuk mengukur gambaran pengetahuan ibu hamil trimester pertama tentang abortus.

3.7 Jalannya Penelitian
3.7.1 Tahap persiapan
3.7.1.1 Mengajukan judul penelitian
3.7.1.2 Melakukan studi pendahuluan
3.7.1.3 Menyusun proposal penelitian
3.7.2 Tahap pelaksanaan
3.7.2.1 Membagikan angket kepada responden yang datang berkunjung ke Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru tahun 2009.
3.7.2.2 Mengolah data dan menganalisa data yang telah didapat.
3.7.3 Tahap penyelesaian
Menyusun Karya Tulis Ilmiah, seminar hasil penelitian, dilanjutkan dengan perbaikan dan pengumpulan laporan Karya Tulis Ilmiah.


3.8 Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyebarkan angket kepada responden dan dijawab langsung ditempat yang telah disepakati sebelumnya dan setelah responden mengisi kuesioner kemudian langsung dikumpulkan oleh peneliti.

3.9 Tehnik Pengolahan Data
Sebelum melakukan pengolahan data peneliti terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada setiap angket yang telah diisi oleh responder apakah sudah dijawab dengan lengkap sesuai dengan ketentuan. Data yang telah dikumpul dalam tahap pengumpulan data perlu diolah terlebih dahulu, tujuanya adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang sudah terkumpul, menyajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis.
Menurut Sugiono (2005), pengolahan data dapat dilakukan dengan langkah - langkah sebagai berikut:
3.9.1 Penyuntingan Data (Editing)
Editing (pengecekan kelengkapan data) yaitu memeriksa data terlebih dahulu meliputi pengecekan data yang telah dikumpulkan. bila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam pengumpulan data dapat diperbaiki dan dapat dilakukan pendataan ulang.
3.9.2 Pengkodean Data (Coding)
Coding adalah pemberian kode jawaban dengan angka atau dengan kode lain seperti simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban. Data yang telah terkumpul dicoding satu – satu mengenai jawaban dan kelengkapannya lalu dilanjutkan dengan tabulasi. Data yang telah selesai diberi kode kemudian dihitung jumlahnya sesuai dengan alternatif jawaban. jawaban responder dinilai dengan cara sebagai berikut : untuk jawaban benar diberi nilai = 1, sedangkan untuk jawaban salah diberi nilai = 0
3.9.3 Tabulasi Data (Tabulating)
Tabulasi data adalah untuk menyusun dan menghitung data yang diperoleh. Setelah data diolah kemudian disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
Menurut Notoatmodjo (2005), jawaban untuk semua item pertanyaan dari seluruh responden dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


Keterangan
P = Persentase
F = Jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah soal


3.10 Tehnik Analisa Data
Menurut Arikunto (2006) dalam analisa data peneliti menggunakan analisis univariat yaitu analisis data yang digunakan untuk melihat hasil perhitungan frekuensi dan presentase dari peneliti yang nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur untuk membahas kesimpulan.
Setelah data diolah, penulis akan menganalisis data tersebut untuk menggambarkan frekuensi dan presentasenya. Hasil perhitungan karakteristik dimasukan kedalam kriteria yaitu : pengetahuan baik : > 75-100 %, pengetahuan cukup : 60-75 %, pengetahuan kurang : < 60 % (Nursalam, 2003).
Setelah didapatkan kriteria masing-masing responden, maka untuk mengetahui pengetahuan responden secara keseluruhan dimasukkan ke dalam rumus :

Responden dengan kriteria (B/C/K)
P = x 100%
Σ Responden
Keterangan :
Σ : Jumlah
B : Baik
C : Cukup
K : Kurang


3.11 Kesulitan dan Keterbatasan
3.11.1 Kesulitan Penelitian
Kesulitan dalam penelitian ini adalah sulitnya mendapatkan ibu hamil trimester pertama sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam penelitian ini untuk mendapatkan ibu hamil trimester pertama yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini.
3.11.2 Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari sepenuhnya ada keterbatasan kemampuan pengetahuan serta pengalaman penelitian dalam melakukan penelitian serta penyusunan hasil penelitian ini yang masih jauh dari sempurna.











BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Bersalin Taman Sari 1 merupakan salah satu Rumah Bersalin yang ada di Pekanbaru, terletak di jalan Taman Sari no. 23 Kelurahan Tangkerang Selatan Kecamatan Bukit Raya Pekanbaru.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Bersalin Taman Sari 1 mengenai gambaran pengetahuan ibu hamil trimester pertama tentang abortus dengan jumlah responden 30 orang, didapatkan hasilnya dan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, kemudian dianalisa.
4.1.2 Data Umum
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru Tahun 2009

No Umur Frekuensi Persentase (%)
1. 17-20 Tahun 3 10
2. 21-35 Tahun 27 90
Jumlah 30 100
Sumber : Pengisian angket 2009
Berdasarkan tabel 4.1 bahwa sebagian besar berumur 21-35 tahun yaitu 27 responden (90%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru Tahun 2009

No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1. SD 2 7
2. SMP 8 26
3. SMA 15 50
4. Perguruan Tinggi 5 17
Jumlah 30 100
Sumber : Pengisian angket 2009

Berdasarkan tabel 4.2 bahwa sebagian besar berpendidikan SMA yaitu 15 responden (50%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru Tahun 2009

No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1. PNS 4 13
2. Swasta 7 23
3. IRT 19 64
Jumlah 30 100
Sumber : Pengisian angket 2009

Berdasarkan tabel 4.3 bahwa sebagian besar pekerjaan yaitu IRT 19 responden (64%).






4.1.3 Data Khusus
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Abortus di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. Baik
Cukup
Kurang 19
0
11 63,3
0
36,7
Jumlah 30 100
Sumber : Pengisian angket 2009

Berdasarkan tabel 4.4 bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang pengertian abortus yaitu baik 19 responden (63,3%).

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Jenis-jenis Abortus di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. Baik
Cukup
Kurang 9
8
13 30
26,7
43,3
Jumlah 30 100
Sumber : Pengisian angket 2009

Berdasarkan tabel 4.5 bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang jenis-jenis abortus yaitu kurang 13 responden (43,3%).




Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Abortus di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. Baik
Cukup
Kurang 10
14
6 33,3
46,7
20
Jumlah 30 100
Sumber : Pengisian angket 2009

Berdasarkan tabel 4.6 bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang penyebab abortus yatiu cukup 14 responden (46,7%).

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Klasifikasi Abortus Serta Tanda Dan Gejala Abortus di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. Baik
Cukup
Kurang 6
9
15 20
30
50
Jumlah 30 100
Sumber : Pengisian angket 2009

Berdasarkan tabel 4.7 bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang klasifikasi abortus serta tanda dan gejala abortus yaitu kurang 15 responden (50%).





Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Penatalaksanaan Komplikasi Pada Abortus di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. Baik
Cukup
Kurang 5
14
11 16,7
46,7
36,7
Jumlah 30 100
Sumber : Pengisian angket 2009

Berdasarkan tabel 4.8 bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang penatalaksanaan komplikasi pada abortus yaitu cukup 14 responden (46,7%).

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Abortus di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru Tahun 2009

No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3. Baik
Cukup
Kurang 8
17
5 26,7
56,7
16,7
Jumlah 30 100
Sumber : Pengisian angket 2009

Berdasarkan tabel 4.9 bahwa secara keseluruhan pengetahuan responden tentang abortus yaitu cukup 17 responden (56,7%), dan kategori kurang 5 responden (16,7%).

4.2 Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan bahwa gambaran pengetahuan ibu hamil trimester pertama sebagian besar cukup yaitu 17 responden (56,7%) dari 30 responden. Menurut pendapat peneliti hal ini berkaitan dengan pendidikan terakhir responden sebagian besar adalah SMA yaitu 15 responden (50%). Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam perubahan pengetahuan dalam membentuk perilaku. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2005) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat intelektualnya dan semakin tinggi pendidikan maka semakin besar kemampuan untuk menyerap dan menerima informasi yang diberikan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian besar pekerjaan yaitu IRT 19 responden (64%), maka peneliti berpendapat penyebab responden jarang mendapatkan informasi karena hanya disibukkan dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, hanya bergaul disekitar rumah sehingga menyebabkan kurangnya informasi. Sesuai dengan pendapat Rubanyumas (2000) bahwa orang yang bekerja cenderung akan berusaha akan mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan profesinya sehingga berusaha untuk tetap mencari informasi baru.
Selain itu usia juga dapat mempengaruhi pengetahuan responden yang kurang, karena semakin bertambahnya usia seseorang semakin meningkatnya kedewasaan seseorang tersebut. Hal ini diperkuat dengan pendapat Glemen (1987) yang dikutip dari Notoatmodjo (2003).



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden tentang abortus di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru sebagian besar yaitu berpengetahuan cukup 17 responden (56,7%).

5.2 Saran
5.2.1 Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan dapat dijadikan bahan perbandingan untuk peneliti selanjutnya.
5.2.2 Bagi institusi pendidikan
Diharapkan bagi institusi pendidikan agar menambah buku referensi tentang abortus dan metodelogi penelitian sehingga dapat dipergunakan oleh mahasiswa sebagai bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan, sehingga mahasiswa dapat memberikan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan siswi tentang abortus.


5.2.3 Bagi lahan penelitian
Diharapkan agar petugas kesehatan di Rumah Bersalin Taman Sari 1 Pekanbaru lebih sering melakukan penyuluhan kepada ibu hamil trimester pertama tentang abortus.

Rabu, 08 Juli 2009

Blogumus yang Keren




Gimana Mantap kan animasi yg DISAMPING untuk tau cara bikinnya klick aja Disini, dan disini atau disiko, maupun nan iko.

Selasa, 16 Juni 2009

hepatitis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hepatitis merupakan suatu penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dan zat kimiawi. Salah satu mikroorganisme penyebab hepatitis yang paling sering dijumpai adalah virus hepatitis (virus hepatitis A, B, C, D, E) dan hepatitis yang paling banyak dijumpai yaitu hepatitis B. Virus ini tersebar diseluruh Dunia dan penularannya dapat melalui berbagai cara, antara lain melalui jalur oral-fekal, jarum suntik, pisau cukur, hubungan seksual, dan darah atau produk darah (Christina, 2008).
Tidak setiap orang terkena virus hepatitis akan memperlihatkan gejala, oleh karena itu tes laboratorium sangat diperlukan untuk mendukung diagnosa penyakit ini. Seseorang yang menderita virus hepatitis dapat sembuh atau berlanjut menjadi kronis bila tidak sembuh selama enam bulan, bahkan berakhir dengan kematian bila penyakit ini berkembang menjadi sirosis dan kanker hati, terutama pada infeksi hepatitis B (Christina, 2008).
Hepatitis tidak semata-mata hanya disebabkan oleh virus. Keracunan obat, dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, bisa juga menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan suatu racun yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati bisa saja rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain (Derek, 2008).
Hepatitis B adalah penyekit infeksi pada hati. Infeksi hepatitis B kronis atau jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati yang parah, seperti pergeseran hati atau sirosis dan kanker hati yang dapat mengakibatkan kematian (Derek, 2008).
Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna (Aguslina, 2008).
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organition (WHO) menyebutkan, pada tahun 2006 hingga saat ini sekitar dua milyar orang terinfeksi virus hepatitis B diseluruh Dunia dan 350 juta orang diantaranya berlanjut menjadi infeksi hepatitis B kronis. Diperkirakan 600.000 orang meninggal dunia per tahun karena penyakit hepatitis B (Sasono, 2008).
Angka kejadian infeksi hepatitis B di Indonesia diperkirakan mencapai 5-10 % dari jumlah penduduk. Angka kejadian hepatitis B paling tinggi di kawasan Timur Indonesia (Salim, 2008). Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25-45 % pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan termasuk negara yang dihimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi) (Aguslina, 2008).
Virus hepatitis B bisa menyerang siapa saja tanpa pandang buluh, mulai anak-anak hingga usia dewasa. Di Palembang penderita hepatitis B 68,5% adalah laki-laki dengan usia tersering adalah pada kelompok usia 11-18 tahun (28,5%) (Imelda, 2001).
Berdasarkan survei yang telah dilakukan peneliti di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru didapatkan data pasien yang terkena penyakit hepatitis B pada tahun 2006 jumlah pasien yang terkena penyakit hepatitis B yaitu 156 pasien, sedangkan tahun 2007 jumlah pasien yang terkena penyakit hepatitis B yaitu 187 pasien, dan pada tahun 2008 terjadi lagi peningkatan jumlah pasien yang terkena penyakit hepatitis B yaitu berjumlah 211 pasien (Profil RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru, 2008).
Berdasarkan data diatas dapat dilihat terjadinya peningkatan penderita hepatitis B di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru setiap tahunnya, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apa faktor penyebab hepatitis B di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru tahun 2008.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengambil judul “Faktor Penyebab Terjadinya Hepatitis B di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru 2008”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu ”Apakah faktor penyebab terjadinya hepatitis B di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru tahun 2008?”

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya hepatitis B di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru tahun 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui jumlah persentase faktor penyebab terjadinya hepatitis B yang disebabkan oleh infeksi virus.
1.3.2.2 Untuk mengetahui jumlah persentase faktor penyebab terjadinya hepatitis B yang disebabkan oleh infeksi non-virus.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
Memberikan pengalaman nyata dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh diperkuliahan terutama tentang penelitian, dan penelitian ini adalah salah satu persyaratan kelulusan D III Keperawatan.
1.4.2 Bagi pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa AKBID / AKPER Dharma Husada Pekanbaru, dan untuk penelitian selanjutnya yang ada kaitannya dengan Karya Tulis Ilmiah ini.
1.4.3 Bagi Instansi Kesehatan
Sebagai bahan informasi tentang hepatitis khususnya tentang faktor penyebab terjadinya hepatitis B.
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan perbandingan bagi peneliti selanjutnya terutama tentang hepatitis B.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Hepatitis
2.1.1 Pengertian Hepatitis
Hepatitis adalah istilah yang digunakan untuk berbagai kondisi dimana terjadi peradangan atau nerkosis sel-sel hati. Nerkosis adalah istilah yang digunakan bagi kematian sebagian atau semua sel didalam suatu organ atau jaringan (Ramiah, 2006).
2.1.2 Jenis-Jenis Hepatitis
Menurut Ramaiah tahun 2006, hepatitis dibagi menjadi 6 yaitu :
a. Hepatitis A
Hepatitis A adalah penyakit yang sangat menular dan virusnya ditemukan dalam tinja orang yang terinfeksi oleh hepatitis A.
b. Hepatitis B
Virus hepatitis B dapat menyebabkan baik infeksi akut maupun kronis. Virus ini biasanya disebarkan melalui darah atau produk darah dari seseorang yang terinfeksi virus hepatitis B.


c. Hepatitis C
Seperti halnya hepatitis B, hepatitis c juga menular melalui jarum suntik yang terinfeksi dan transfusi darah atau produk darah yang terinfeksi. Namun, penyakit ini jarang menular melalui kontak pribadi yang dekat atau hubungan seksual, atau kepada bayi yang baru lahir melalui ibu yang terinfeksi.
d. Hepatitis D
Hepatitis D terjadi hanya pada mereka yang terkena infeksi hepatitis B. Ini karena infeksi tersebut membutuhkan virus hepatitis B untuk bisa bertahan hidup dan menyebabkan penyakit.
e. Hepatitis E
Hepatitis E penyebaranya serupa dengan infeksi hepatitis A. Penyakit ini lebih sering menjangkiti orang dewasa ketimbang anak-anak dan lebih mungkin menyebabkan epidemi. Epidemi adalah istilah yang biasa digunakan untuk merujuk pada situasi dimana sejumlah besar orang terkena penyakit yang sama dalam wilayah gografis yang sama dan pada saat yang singkat.




2.2 Konsep Dasar Hepatitis B
2.2.1 Pengertian Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyakit infeksi pada hati yang disebabkan virus hepatitis B (Sasono, 2008). Virus hepatitis B adalah virus Asam Deoksiribonukleat DNA yang telah dikenal dengan baik, yang ditularkan secara parenatal (tranfusi darah, jarum) atau lewat kontak oral atau seksual dan menyebabkan penyakit hati akut dan kronis (Jay, 2000).
2.2.2 Kelompok Yang Beresiko Tinggi Terkena Hepatitis B
Menurut Ramaiah tahun 2006, ada 8 kelompok orang yang beresiko tinggi terkena infeksi hepatitis B yaitu :
a. Pekerja kesehatan yang berkontak dengan darah atau cairan tubuh orang yang terkontaminasi.
b. Kaum homoseksual.
c. Orang yang melakukan kontak seksual dengan mereka yang memiliki virus hepatitis B.
d. Orang yang mengidap penyakit ginjal yang membutuhkan cuci darah.
e. Orang yang menerima transplantasi organ bagi tubuh mereka dari donor yang terinfeksi.
f. Orang yang menjalani perawatan bagi leukemia.
g. Bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi.
h. Pengguna obat yang disuntikkan kepembuluh darah, yang berbagi jarum dan alat suntik yang telah terinfeksi.
2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Hepatitis B
a. Infeksi Virus
Infeksi virus yaitu infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B itu sendiri, yang ditularkan melalui transfusi darah atau suntikan, lewat kontak oral atau seksual, dapat juga menular pada ibu hamil yang menularkan kepada bayinya (Arkanada, 2008).
Penyebab virus hepatitis B dari ibu hamil kepada anaknya terjadi pada saat proses persalinan oleh adanya kontak atau paparan dengan secret (cairan) yang mengandung virus hepatitis B (cairan amnion, darah ibu, sekret vagina) pada kulit bayi dengan lesi dan pada mukosa (Imelda, 2001).
Infeksi virus dapat merusak hati secara langsung menyerang dan merusak sel hati yang akan menyebabkan hepatitis kronis. Hepatitis B kronis biasanya terjadi ketika mekanisme pertahanan alami tubuh tidak dapat menghancurkan semua virus hepatitis B yang memasuki tubuh. Virus-virus yang tidak dihancurkan terus berkembang biak dan menyebabkan infeksi kronis. Jenis inveksi kronis ini lebih umum terjadi dalam infeksi hepatitis B (Ramaiah, 2006).
b. Infeksi Non Virus
Infeksi non virus yaitu infeksi yang tidak disebabkan oleh virus hepatitis B, melainkan disebabkan oleh virus lain, yaitu :
1. Leptospira icterohaemorragica yaitu suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri yang disebut leptospira. Penyakit ini menyebar dari hewan yang terinfeksi kepada manusia, baik melalui kontak langsung maupun melalui air atau tanah yang terkontaminasi. Jika penyakit ini tidak juga diobati maka akan merusak sel hati dan akan menyebabkan hepatitis B (Ramaiah, 2006).
2. Toxoplasma gondii yaitu parasit kucing atau hewan peliharaan lainnya. Penyakit ini menyebabkan penyakit saraf yang disebut toxoplamosis. Parasit yang masuk ketubuh manusia yang akan merusak sel-sel darah dan masuk kehati yang akan merusak kerja hati dan menyebabkan hepatitis B (Ramaiah, 2006).
3. Herpes simpleks yaitu radang kulit disertai timbulnya vesikel-vesikel disebabkan virus, biasanya terjadi di daerah perbatasan selaput lendir dan kulit, dapat terjadi digingiva, orofaring dan konjungtiva, juga disekitar alat kelami luar. Orang yang terkena herpes simpleks sebagian besar akan terkena penyakit hepatitis B. Herpes simpleks yang tidak diobati sangat mudah dimasuki oleh kuman-kuman dan bakteri, karena cairan yang terdapat pada herpes simpleks bisa masuk kepembuluh darah dan masuk kesel hati yang akan merusak hati dan akan menyebabkan hepatitis B (Arkanda, 2008).
2.2.4 Gejala Hepatitis B
Menurut Meta tahun 2008, gejala hepatitis B biasanya muncul secara tiba-tiba seperti :
a. Penurunan nafsu makan.
b. Merasa tidak enak badan.
c. Mual-muntah.
d. Demam.
e. Kadang timbul nyeri sendi dan gatal-gatal pada kulit.
2.2.5 Pencegahan Hepatitis B
Hepatitis B dapat dicegah dengan imunisasi aktif atau pasif. Imunisasi aktif adalah istilah yang digunakan untuk proses dimana untuk membangun perlindungan jangka panjang terhadap infeksi yang baru sebagai hasil dari produksi antibodi. Antibodi ini dapat berkembang secara alami ketika seseorang menderita penyakit hepatitis B. Imunisasi pasif adalah istilah yang digunakan untuk proses dimana seseorang mengembangkan perlindungan jangka pendek terhadap infeksi yang baru. Perlindungan pasif dapat berkembang ketika :
a. Seorang bayi yang belum lahir menerima antibodi dari ibunya.
b. seorang bayi yang baru lahir menerima antibodi dari kolostrum, ASI (Air Susu Ibu) pertama yang dikeluarkan oleh ibu setelah persalinan.
c. Suatu vaksin yang mengandung antibodi yang disuntikkan kedalam tubuh (Ramaiah, 2006).
2.2.6 Penatalaksanaan Hepatitis B
a. Tirah Baring
Tirah baring yaitu beristirahat secara total, beristirahat total merupakan hal yan paling penting untuk penderita hepatitis B. Penyembuhan hepatitis B pada umumnya sangat bergantung pada kekebalan tubuh penderita. Makin baik kondisi penderita, tentu semakin mudah untuk terjadi penyembuhan.
b. Diet
Penderita hepatitis B tetap diperbolehkan diet yang mengandung lemak. Yang tidak boleh yaitu makanan / minuman yang mengandung alcohol, jamu-jamuan yang tidak jelas zat aktifnya, merokok, dan lain-lain. Tetapi pada umumnya penderita tidak bisa makan karena mual dan muntah. Jika keadaan ini tidak bisa ditolerir lagi, dokter akan memasukkan makanan melalui infus (Erik, 2002).


2.3 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan ( Notoatmodjo, 2005).

Independen Dependen











Gambar 2.1 Kerangka Konsep























BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah kuantitatif yaitu suatu proses penelitian mulai dari merumuskan permasalahan hingga mengambil kesimpulan (Prasetyo, 2005). Sedangkan rancangan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk melihat faktor penyebab terjadinya hepatitis B di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru (Prasetyo, 2005).

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2009.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juni tahun 2009.

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh status pasien yang terkena hepatits B yang didapat dari medical record di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2008 berjumlah 211 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Zanbar, 2005).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 68 orang yang didapat dari medical record di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru pada tahun 2008. Dengan menggunakan rumus :
N
n =
1 + N (d²)

211
n =
1 + 211 (0,1²)

n = 68 orang

Keterangan :
N : Besar populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)
(Notoatmodjo, 2005)
3.3.3 Sampling
Sampling adalah mengambil sampel penelitian ini digunakan dengan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan metode Quota sampling yaitu dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel dengan populasi manapun yang akan diambil dari medical record di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru (Notoatmodjo, 2005).

3.4 Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2002). Variabel pada penelitian ini yaitu variabel independen : faktor penyebab terjadinya hepatitis B, dan variabel dependen : hepatitis B.

3.5 Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Penelitian Defenisi Operasional Skala Alat ukur Hasil ukur
Faktor penyebab terjadinya hepatitis B

a. Infeksi virus



b. Infeksi non virus




Suatu penyakit hepatitis B yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B.
Suatu penyakit hepatitis B yang tidak disebabkan oleh virus Hepatitis B.




Nominal




Nominal





Daftar Checklist



Daftar Checklist




a. Ya
b. Tidak



a. Leptospira icterohaemorragica
b. Toxoplasma gondi
c. Herpes simpleks



3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu daftar checklist pencatatan rekam medik RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru tentang penyakit hepatitis B pada pasien yang terkena penyakit hepatitis B.

3.7 Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan yaitu data sekunder, data sekunder adalah data yang diperoleh dari medical record pasien yang terkena penyakit hepatitis B di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru tahun 2008.

3.8 Tehnik Pengolahan Data
Menurut Sugiono (2005), pengolahan data dapat dilakukan dengan langkah - langkah sebagai berikut:
3.8.1 Penyuntingan Data (Editing)
Memeriksa data terlebih dahulu meliputi pengecekkan, kelengkapan, identitas, subjek penelitian, pengecekan kelengkapan data dan mengecek melalui isian data.
3.8.2 Pengkodean Data (Coding)
Adalah setiap data yang didapat maka diberi tanda ceklis (√) dan nama pada status pasien diubah menjadi nomor sebagai status pasien.


3.8.3 Tabulasi Data (Tabulating)
Pada tahap ini peneliti merumuskan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sesuai dengan analisis master tabel yang telah dibuat.

3.9 Tehnik Analisa Data
Dalam analisa data penulisan menggunakan analisa univariat yaitu analisa data yang dilakukan hanya melihat hasil perhitungan dari frekuiensi serta presentase dari hasil penelitian, yang nantinya akan dipergunakan sebagai tolak ukur untuk pembahasan dan kesimpulan (Arikunto, 2006).

P = F X 100%
n

Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi faktor penyebab terjadinya hepatitis B
n = Jumlah kasus hepatitis B